SULSELSATU.com, JAKARTA – Modantara menyatakan apresiasi atas aksi penyampaian pendapat yang dilakukan sejumlah mitra pengemudi hari ini. Menurut lembaga tersebut, aksi ini menjadi pengingat bahwa sektor mobilitas dan pengantaran digital merupakan bagian vital dalam kehidupan masyarakat modern.
Terkait wacana pemaksaan komisi 10% dan reklasifikasi mitra menjadi pegawai tetap, Modantara menilai kebijakan tersebut berisiko tinggi dan dapat menghentikan laju ekonomi digital di Indonesia.
“Kami memahami keresahan para mitra, namun solusi harus berpijak pada realitas ekonomi, bukan sekadar wacana politik,” ujar Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha.
Ia menekankan bahwa ekosistem pengantaran digital telah menjadi bantalan sosial saat krisis, sehingga kebijakan yang mengaturnya harus berdasarkan data dan memperhatikan dampak jangka panjang.
Penolakan Terhadap Komisi Tunggal
Modantara menilai usulan pembatasan komisi platform maksimal 10% bukanlah solusi universal. Komisi yang diseragamkan dinilai tidak relevan dengan dinamika industri yang terus berkembang.
“Komisi tidak bisa diseragamkan seperti tarif parkir,” kata Agung. Menurutnya, setiap platform memiliki model bisnis, target pasar, dan inovasi teknologi yang berbeda. Penerapan komisi tunggal justru bisa menghambat inovasi, mengancam kelangsungan layanan di wilayah margin rendah, serta menurunkan kualitas pelayanan.
Risiko Reklasifikasi Mitra
Modantara juga mengkritisi wacana perubahan status mitra menjadi karyawan tetap. Lembaga ini mengingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat menghilangkan fleksibilitas kerja bagi jutaan orang.
“Ketika niat melindungi justru membuat jutaan mitra kehilangan akses kerja fleksibel, kita perlu bertanya: siapa sebenarnya yang terlindungi?” ujar Agung.
Mengutip data Svara Institute (2023), Modantara menyebut reklasifikasi massal berpotensi menghapus 70–90% lapangan kerja di sektor ini, menurunkan PDB hingga Rp178 triliun, dan menyebabkan 1,4 juta orang kehilangan penghasilan. Selain itu, harga layanan bisa naik hingga 30% seperti yang terjadi di Inggris dan Spanyol.
Penyesuaian Tarif Harus Berbasis Data
Modantara mendukung peningkatan kesejahteraan mitra, namun menilai penyesuaian tarif harus memperhatikan daya beli konsumen, variasi biaya operasional, serta kondisi geografis masing-masing daerah. Tarif yang terlalu tinggi dinilai dapat menurunkan minat konsumen dan mempersempit akses layanan di wilayah non-komersial.
Regulasi Tidak Boleh Diseragamkan
Modantara juga menyoroti perlunya pembaruan regulasi pengantaran berbasis digital. Saat ini, sektor On-Demand Service (ODS) masih tunduk pada UU Pos No. 38/2009 yang dianggap tidak relevan untuk layanan berbasis aplikasi.
Modantara mendorong peninjauan ulang regulasi dan kejelasan lintas lembaga yang berwenang, mengingat beragamnya jenis kendaraan dan layanan yang digunakan dalam industri ODS.
Kritik terhadap Konsep Pendapatan Minimum
Meski mendukung semangat peningkatan kesejahteraan mitra, Modantara menilai pemberlakuan pendapatan minimum setara UMR tanpa memperhitungkan dinamika pasar dapat berdampak negatif. Platform akan membatasi rekrutmen mitra baru, menaikkan biaya layanan, dan bahkan menghentikan operasional di wilayah yang tidak menguntungkan.
Modantara menyarankan pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif seperti akses pembiayaan ringan, insentif pajak, serta penguatan perlindungan sosial melalui BPJS dan pelatihan wirausaha.
Ancaman terhadap Ekonomi Nasional
Modantara menegaskan bahwa kebijakan reklasifikasi dan pembatasan komisi dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Industri transportasi dan pengantaran digital saat ini menyumbang 2% PDB. Perubahan mendadak pada struktur kerja berpotensi menyebabkan kehilangan pekerjaan massal, penurunan pendapatan UMKM, hingga melemahnya kepercayaan investor.
Laporan dari ITB dan Svara Institute menyebutkan, jika reklasifikasi diberlakukan, sekitar 1,4 juta pekerjaan dapat hilang, PDB turun hingga 5,5%, dan perekonomian bisa terdampak hingga Rp178 triliun. Sementara itu, masyarakat yang bergantung pada layanan pengantaran – termasuk lansia, penyandang disabilitas, dan UMKM – akan kehilangan akses.
Efek Multiplier yang Luas
Riset CSIS dan Tenggara Strategics pada 2019 mencatat kontribusi sektor ini mencapai Rp127 triliun. Setiap peningkatan 10% jumlah mitra pengemudi berpotensi meningkatkan tenaga kerja di sektor mikro dan kecil sebesar 3,93%. Jika layanan pengantaran menurun hingga 90%, dampaknya akan menyebar ke sektor jasa, logistik, ritel, dan UMKM.
Pelajaran dari Negara Lain
Modantara menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya pembelajaran dari pengalaman negara lain yang telah mencoba menerapkan kebijakan serupa. Menurut mereka, Indonesia perlu berhati-hati agar tidak menciptakan krisis baru dari niat baik yang tidak ditopang oleh data dan realita lapangan.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar