SULSELSATU.com, MAKASSAR – Kuasa hukum pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik), Mastan, mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) segera menindaklanjuti proses hukum terhadap Haji Iriyanti yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Mastan, penyidik sempat mengajukan permohonan penjemputan paksa karena tersangka dua kali mangkir dari panggilan. Namun permohonan itu tiba-tiba dihentikan tanpa kejelasan.
“Kami mempertanyakan kenapa proses penjemputan paksa yang sudah diajukan ke Resmob tiba-tiba dipending. Padahal status tersangka sudah resmi ditetapkan,” kata Mastan dalam konferensi pers di Makassar, Rabu lalu.
Ia menilai alasan penghentian itu, yang disebut karena adanya proses perkara perdata yang sedang berjalan, tidak dapat diterima secara hukum. “Kasus ini murni pidana, tidak bisa dipending hanya karena ada gugatan perdata,” ujar dia.
Laporan terhadap Haji Iriyanti diajukan oleh Nursyam Amaliah Idris, dengan tuduhan pelanggaran Pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu.
Lebih lanjut Mastan menegaskan, surat sporadik yang diduga palsu telah dijadikan alat bukti dalam perkara perdata, yang menurutnya berisiko merugikan banyak pihak. “Kalau perkara perdata diputus berdasarkan dokumen palsu, maka akan ada banyak korban. Bahkan camat Biringkanaya juga ikut digugat,” katanya.
Ia mengungkapkan, tersangka diduga masih terus melakukan aktivitas jual beli atas tanah objek sengketa di wilayah Perumahan Musdalifah, Jalan Manuruki Raya, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya. Aktivitas ini, kata dia, dilakukan bersama seorang notaris.
“Kami heran, notaris tetap memproses jual beli walau tahu lahan itu sedang dalam sengketa dan tersangkut perkara pidana. Ini sangat mencurigakan,” ujarnya.
Mastan menyatakan, perkara pemalsuan dokumen merupakan delik murni yang tetap bisa diproses meskipun pelapor mencabut laporannya. Karena itu, ia menuntut agar Polda Sulsel segera menangkap tersangka.
“Jangan sampai karena kelalaian penegak hukum, ada korban-korban baru. Beberapa lokasi bahkan sudah dipasangi papan bicara atas nama orang lain, padahal hak atas tanahnya berbeda,” katanya.
Ia juga meminta agar Polda Sulsel segera memasang garis polisi di area objek sengketa untuk mencegah terjadinya transaksi jual beli ilegal. “Kalau ada police line, minimal tersangka tidak bisa melanjutkan aksinya dan orang lain tidak akan tertipu,” ucapnya.
Mastan menyinggung bahwa dalam yurisprudensi perkara pemalsuan dokumen, pengadilan kerap memprioritaskan perkara pidana untuk diselesaikan lebih dahulu. “Pemalsuan surat itu menyangkut kepentingan umum dan keamanan hukum. Maka proses pidananya harus dipercepat, bukan ditunda,” tuturnya.
Ia bahkan menyebutkan contoh perkara serupa di kawasan Pettarani, di mana perkara pidana dan perdata berjalan bersamaan. “Itu jadi bukti bahwa tidak ada norma yang mewajibkan perkara pidana harus menunggu hasil perkara perdata,” ujarnya.
Pihaknya juga telah melayangkan surat resmi dengan nomor 222/Adv/MTN&PARTNERS/VI/2025 kepada Polda Sulsel sebagai bentuk desakan agar kasus ini segera ditindaklanjuti. “Solusinya hanya satu: tangkap tersangka, dan pastikan proses hukum berjalan,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sulsel Kombes Pol Setiadi Sulaksono menyatakan bahwa perkara ini masih dalam tahap penyidikan.
“Intinya proses sidik tetap berjalan,” kata Setiadi lewat pesan singkat di aplikasi WhatsApp.
Ia membenarkan bahwa pihak kuasa hukum tersangka mengajukan surat permohonan dengan alasan adanya proses perdata. “Penyidik akan menindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar