SULSELSATU.com, MAKASSAR – Ibu-ibu di Desa Julupamai kesehariannya menjadi pembuat ketupat dari daun kelapa. Tidak hanya sedikit, saking banyaknya penghasil ketupat di desa ini, akhirnya menjadikan ketupat sebagai “wajah” desa.
Desa Julupamai berada di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulsel. Kabulaten Gowa adalah salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar.
Bekerja membuat ketupat sudah sangat melekat sebagai pekerjaan oleh ibu rumah tangga di desa itu. Tiada hari tanpa membuat ketupat.
Baca Juga : Didukung BRI, Liga Kompas U-14 2024/2025 Jadi Ajang Pembinaan Sepak Bola Usia Dini Terbesar di Indonesia
Besarnya pasar untuk ketupat ini menjadi salah satu usaha yang tidak ditinggalkan masyarakat sekitar. Bagaimana tidak, ketupat yang sangat identik sebagai pasangan Coto Makassar, makanan khas ini tidak pernah redup. Menjadi bisnis menjanjikan bagi penyalur dan pembuatnya.
Nuraeni Daeng Senga misalnya, menjadi salah satu pembuat ketupat di Desa Julupamai. Ia bahkan lupa kapan memulai bekerja sebagai pembuat ketupat.
“Sudah lupa kapan tepatnya mulai jadi pembuat ketupat. Mungkin hampir 20 tahunan,” kata Daeng Senga kepada Sulselsatu.com, Jumat (8/3/2024).

Baca Juga : Dorong Perputaran Ekonomi Grassroot, BRI Salurkan Kredit di Segmen Mikro Sebesar Rp632,22 Triliun
Daeng Senga saat memisahkan daun kelapa dengan lidinya. Foto: Sri Wahyu Diastuti / Sulselsatu.com
Awalnya kata dia, pekerjaan ini hanya sebagai mengisi waktu setiap sore. Namun, semakin kesini, semakin banyak permintaan jumlah ketupat. Hal ini seiring dengan bertambahnya bisnis rumah makan Coto Makassar.
Melihat besarnya permintaan jumlah ketupat dalam sehari, Daeng Senga mengaku kesulitan menyiapkan hingga ribuan sendiri. Akhirnya, ia memutuskan untuk menambah pekerja sebanyak lima orang.
Baca Juga : Fokus pada Fundamental Kinerja, Ini Strategi BRI Untuk Tumbuh Berkelanjutan
“Di sini banyak sekalimi orang yang seperti saya, menyalurkan daun kelapa yang siap dibuat ketupat. Tidak ada hitungan pasti berapa orang, cuman sudah banyak sekali jadi tidak bisami dihitung,” kata Daeng Senga.
Daeng Senga yang awalnya sebagai pembuat ketupat saja (paanang katupak), kini naik level. Ia menjadi pengumpul ketupat dari para pembuat. Daeng Senga kini menjadi pabingasa’ (sebutan untuk orang yang memisahkan daung kelapa dengan tulangnya).
Agar bisa memnuhi permintaan pasar, Daeng Senga memberanikan diri mengambil Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).
Baca Juga : Dukung IPPA Fest 2025, BRI Kuatkan Peran Pemberdayaan Warga Binaan
“Awalnya saya hanya ambil Rp10 juta. Ini sebagai modal baru karena pikirnya akan butuh lebih banyak uang, karena anak keduaku juga sudah mulai masuk kuliah,” katanya.
Kini ia memiliki lima pekerja sebagai pembuat ketupat. Dalam sehari, ia bersama timnya dapat menghasilkan hingga 3 ribu ketupat.
Ketupat jadi inilah yang kemudian diambil oleh pengepul untuk diantar ke pembeli, yaitu rumah makan Coto Makassar.
Baca Juga : Tren Gaya Hidup Sehat Kian Digemari, BRI Berdayakan UMKM Manfaatkan Peluang di Industri Gula Aren
“Meski masih skala kecil, tapi usaha kami bisa bergerak maju secara perlahan. Cicilan dari KUR BRI juga tidak memberatkan, menjadi langkah baru untuk menambah skala bisnis,” jelasnya.
Saat ke konsumen, harga 100 biji ketupat seharga Rp35 ribu rupiah. Jika di totalkan, sekitar 3 ribu biji ketupat bisa mendapatkan penjualan sebesar Rp1.050.000.
Namun kata Daeng Senga, angka itu masih bukan pendapatan bersih. Masih ada upah pekerjanya, yaitu mereka yang membuat ketupat untuk kemudian dijual.
“Setiap pembuat yang menghasilkan seribu biji ketupat, akan mendapatkan upah Rp20 ribu. Seribu ketupat itu tidak didapatkan sehari saja, bisa sampai satu minggu. Tapi umumnya mereka ambil upah jika ketupat yang dihasilkan mencapai 20 ribu ketupat, upahnya sampai Rp200 ribu,” jelas Daeng Senga kepada Sulselsatu.com.
Salah seorang pembuat ketupat dibawah tangan Daen Senga adalah Daeng Ngayu.
Daeng Ngayu mengaku membuat ketupat membantunya lebih menghasilkan, dibanding hanya duduk tidak berbuat apa-apa.
“Dibanding duduk-duduk saja, mending bikin ketupat. Duduk yang biasanya juga istirahat, tapi bisa menghasilkan lagi. Lumayan bisa duduk-duduk dapat uang,” ujarnya.
BRI merupakan salah satu bank milik negara dengan portofolio UMKM terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, BRI selalu mendapatkan target penyaluran KUR terbesar. Tahun ini, target penyaluran KUR di Sulsel sebesar Rp12,818 triliun.
Khusus untuk BRI Cabang Makassar, jumlah penyaluran KUR selama 2023 mencapai Rp17,476 triliun. Sementara di Sulsel, penyaluran KUR sebesar Rp13,859 triliun.
Berdasarkan lapangan usaha, sektor pertanian mendominasi. Realisasinya mencapai 47,5 persen.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar