SULSELSATU.com, MAKASSAR – Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Karta Jayadi, didampingi Wakil Rektor III Dr. Arifin Manggau serta beberapa staf, menyempatkan diri singgah di Kedai 17 setelah menunaikan salat tarawih.
Kedai yang berlokasi di Jalan Anggrek Raya 17, kawasan Paropo, Kota Makassar ini bukan sekadar tempat ngopi, tetapi juga menjadi titik temu para pegiat diskusi, termasuk isu-isu seputar anti korupsi.
Suasana Kedai 17 memang sederhana namun hangat, khas Makassar. Menu andalannya pun beragam, mulai dari Kopi Racik 17 yang diracik khusus oleh pemilik kedai, Pak Djus, hingga sajian tradisional seperti sarabba, aneka gorengan, dan coto Makassar.
Namun, lebih dari sekadar kuliner, daya tarik utama Kedai 17 adalah sosok Djusman AR, seorang penggiat anti korupsi yang dikenal karena independensinya.
“Beliau ini banyak ditawari menjadi tim konsultan atau pendamping di berbagai instansi, tapi demi menjaga profesionalisme, dia memilih untuk tidak terikat secara formal dengan pihak mana pun,” ujar Prof. Karta Jayadi.
Menurut Karta, idealisme Djusman AR dalam memberantas korupsi patut diacungi jempol.
“Saya salut. Di zaman sekarang, ketika kebutuhan hidup makin tinggi, masih ada orang seperti beliau yang tetap berdiri tegak di garis depan tanpa mencari keuntungan dari risiko pekerjaannya,” imbuhnya.
Kedai 17 juga menjadi ruang diskusi terbuka, tempat bertukar pikiran sambil bermain domino atau joker. Tak jarang, perbincangan tentang korupsi mengalir begitu saja.
“Kalau bicara soal korupsi dengan Pak Djus, pasti seru. Beliau punya banyak pengalaman dan selalu menekankan keberanian, kejujuran, serta mental baja dalam menghadapi berbagai ancaman,” ujar seorang pengunjung.
Djusman sendiri menegaskan bahwa dalam perjuangan melawan korupsi, seorang pemimpin harus memiliki sikap tegas dan konsisten.
“Pemimpin itu harus kuat, berani, jujur, dan mampu mengayomi. Kalau ada staf yang keras kepala dan tidak sejalan dengan visi-misi, ya tempatkan saja di luar pagar agar tidak mengganggu,” ujarnya.
Menariknya, Djusman AR juga tidak pernah meminta honor jika diundang sebagai narasumber dalam seminar atau diskusi tentang korupsi.
“Cukup undangan resmi saja, itu sudah cukup. Yang penting kita bisa berbagi pengalaman agar semakin banyak orang terhindar dari perbuatan melawan hukum,” katanya santai.
Diskusi malam itu berakhir dengan kesan mendalam bagi Prof. Karta Jayadi.
“Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tekanan ekonomi, tetap teguh dalam prinsip adalah hal langka. Pak Djusman adalah salah satu sosok yang menjaga marwah perjuangan anti korupsi tanpa pamrih. Salut!” pungkasnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar