SULSELSATU.com, MAKASSAR – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar akan memangkas sedikitnya 400 lebih karyawan dalam waktu dekat.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya efisiensi menyeluruh untuk menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan sekaligus mengoptimalkan pelayanan air bersih, terutama di wilayah timur dan utara kota yang selama ini rawan krisis pasokan.
Plt Direktur Utama PDAM Makassar, Hamzah Ahmad, menjelaskan bahwa rasionalisasi pegawai dilakukan menyusul temuan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang menyebut bahwa rekrutmen karyawan periode 2022–2025 bertentangan dengan aturan yang berlaku dan menyebabkan kerugian perusahaan hingga Rp126 juta per bulan.
“Idealnya satu karyawan melayani 200 pelanggan. Saat ini kita memiliki pelanggan aktif sebanyak 180 ribu, sementara jumlah pegawai lebih dari 1.400. Maka, paling tidak 400 karyawan perlu dirasionalisasi,” ujar Hamzah, Rabu (8/5/2025).
Lebih lanjut, Hamzah menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk balas dendam politik, melainkan murni keputusan manajerial untuk menyelamatkan PDAM dan menghindari konsekuensi hukum di masa depan.
“Ini bukan soal politik. Ini adalah keputusan manajerial demi menyelamatkan perusahaan dari kehancuran dan ancaman hukum di kemudian hari,” tegasnya.
Hamzah juga mengungkapkan bahwa rasio ideal antara pegawai dan pelanggan seharusnya 4–5 pegawai per 1.000 pelanggan, namun saat ini jauh dari angka tersebut. “Kelebihan pegawai sangat memberatkan operasional,” tambahnya.
Sementara itu, Plt Direktur Keuangan PDAM, Nanang Sutarjo, mengungkapkan bahwa dalam tiga bulan pertama tahun ini, PDAM mencatat kerugian operasional sebesar Rp7,5 miliar, dengan tambahan pemasukan lain-lain sekitar Rp2,5 miliar.
Menurut Nanang, penyebab utama kerugian adalah beban gaji pegawai yang menyerap hingga 38 persen dari anggaran operasional, serta tingkat kehilangan air yang sangat tinggi, mencapai hampir 50 persen dari total produksi.
“Kalau ini dibiarkan, perusahaan bisa kolaps dan tidak lagi mampu memberikan layanan ke masyarakat,” katanya.
“Bahkan kalau mau ekstrem, kerugian operasional bisa lebih dari Rp7,5 miliar,” tutupnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar